Tak kenal maka tak sayang.
Tentunya mau bagaimanapun juga anda tidak
akan sayang dengan penyakit anda, tentu tidak ada seorangpun yang
menginginkan dirinya menjadi sakit apalagi jika seumur hidup. Namun
dengan mengenal penyakit anda, anda akan lebih bisa menerimanya dan
hidup dengannya. Itu adalah langkah awal dalam penanganan penyakit anda.
Penyakit autoimun adalah penyakit dimana sistem kekebalan tubuh
seseorang menyerang jaringan sehat orang tersebut sendiri. Sistem
kekebalan tubuh atau disebut sistem imun berfungsi untuk melindungi
tubuh dari ‘ancaman’ yang dapat membahayakan tubuh seperti bakteri dan
virus. Sistem imun pada penderita autoimun tidak bisa membedakan antara
jaringan yang sehat dan ‘ancaman’, ‘self’ dan ‘nonself’. Sistem imunnya
diaktifkan untuk melawan jaringan sehat penderitanya sendiri. Penyebab
terjadinya kesilapan tersebut hingga saat ini belum diketahui meskipun
beberapa teori telah diutarakan. Teori yang cukup sering diungkapkan
adalah virus sebagai pemicu pada individu yang rentan secara genetik,
namun hingga sekarang teori ini belum dapat dibuktikan betul. Hal ini
bukan berarti penyakit autoimun adalah penyakit menular karena bukan
virusnya yang menyerang dan menjadikan penyakit tapi memicu sistem imun
menyerang sehingga menjadi penyakit. Kelainan genetik telah banyak
dibuktikan terkait dengan penyakit autoimun, namun hanya menyebabkan
kerentanan seseorang terkena penyakit autoimun, sebagai faktor risiko
dan bukan sebagai pemicu. Adanya riwayat keluarga dengan penyakit
autoimun bisa membantu mendukung diagnosis penyakit autoimun pada
seorang individu yang dicurigai menderita penyakit autoimun meskipun
tidak sama jenisnya.
Dalam perkembangan dunia medis barat,
belum didapatkan obat yang dikatakan dapat menyembuhkan penyakit
autoimun, namun penelitian terus dikembangkan untuk itu. Meskipun
begitu, penyakit ini dapat dikontrol dengan obat-obatan yang ada, di
non-aktifkan, ‘di buat tidur’ yang disebut penyakitnya remisi. Jika
remisi bisa dicapai maka progesifitas penyakitnya dapat ditekan atau
dilambatkan. Pencapaian remisi ini tidaklah mudah oleh karenanya
penyakit ini lama di derita atau disebut kronik. Penanganan untuk
penyakit autoimun adalah tergantung dari masing-masing jenisnya. Tiga
penanganan utama penyakit autoimun diantaranya adalah untuk mengatasi
gejala atau disebut simtomatik, untuk mengganti zat vital yang sudah
tidak bisa lagi cukup diproduksi tubuh atau mempertahankan fungsi sistem
organ, serta untuk menekan sistem imun penderitanya. Kelainan ini dapat
sebatas jaringan pada suatu organ tertentu atau jaringan pada beberapa
bagian tubuh hingga sistem menyeluruh (sistemik). Tidak jarang seseorang
menderita lebih dari satu penyakit autoimun sehingga membuat kondisi
orang tersebut lebih kompleks. Penyakit autoimun dapat terjadi pada
semua individu di usia berapapun meskipun umumnya lebih sering pada usia
produktif serta lebih sering pada wanita daripada pria. Dibawah ini
saya akan menjelaskan sedikit mengenai beberapa penyakit autoimun,
diantaranya:
A. Alopecia Areata
Pada
penyakit ini, sistem imun penderita menyerang folikel-folikel rambut
yaitu struktur tempat tumbuhnya rambut. Hal ini menyebabkan kerontokan
rambut sehingga menimbulkan daerah-daerah botak mulus pada kepala atau
bagian tubuh berambut lainnya. Daerah botaknya bisa kecil atau luas
hingga menyebabkan botak total atau seluruh tubuh. Selain kerontokan
rambut, penderita dapat merasakan gejala gatal-gatal atau rasa terbakar
pada kulit. Selain itu penyakit ini dapat bermanifestasi ke kuku berupa
cekung atau permukaan kasar. Umumnya penyakit ini dihubungkan dengan
stress sebagai pemicunya, maka sering penderitanya disarankan untuk
manajemen stress meskipun hal ini masih diperdebatkan. Pengobatan yang
dapat diberikan pada penderita ini adalah dengan terapi untuk menekan
sistem imun. Jika daerah botaknya kecil dapat secara spontan membaik
sendiri. Penyakit ini tidak membahayakan nyawa namun dapat memberikan
beban psikologis pada penderita karena mengubah penampilan penderita
tidak sesuai dengan kehendaknya.
B. Psoriasis
Psoriasis
adalah penyakit autoimun yang menyerang kulit. Penyakit ini
mempengaruhi siklus sel kulit hingga sel kulit baru menjadi dewasa
terlalu cepat padahal sel-sel yang sudah tua tidak bisa mengikuti
kecepatannya untuk gugur sehingga menyebabkan terjadi penimbunan sel-sel
di permukaan kulit. Terdapat lima tipe berdasarkan bentuknya,
yaitu plaque, guttate, inverse, pustular, and erythrodermic. Tipe yang
paling umum adalah psoriasis plak (plaque) atau disebut juga psoriasis
vulgaris yang terlihat sebagai bercak merah yang berlapis
putih-keperakan jadi bersisik. Plak tersebut dapat muncul diantaranya di
siku, lutut, kulit kepala (seperti ketombe), atau punggung. Plak
tersebut dapat sebagai bercak-bercak kecil namun kemudian dapat menyatu
membentuk plak yang lebih besar hingga ke seluruh tubuh. Penyebaran
psoriasis diungkapkan dapat mengikuti Koebner phenomenon, yaitu dimana
jika plak di garuk atau terjadi luka linier dari plak akan terjadi
penyebaran mengikuti garis linier tersebut hingga memicu terjadi
penyebaran lebih luas lagi. Selain ke kulit, penyakit ini juga tidak
jarang menyerang kuku kedua tangan dan kaki (Psoriatic nail dystrophy)
yang umumnya menjadi cekung. Selain terlihat, penyakit ini juga bisa
membuat penderita merasa gatal-gatal meskipun pada beberapa kasus tidak
terlihat kelainan pada kulit sama sekali hanya terasa
gatal-gatal. Peradangan akibat serangan sel-sel imun selain di kulit
juga dapat terjadi di sendi-sendi yang dikenal dengan Psoriatic
arthritis sehingga selain psoriasisnya penderita juga akan merasakan
gejala-gejala radang sendi seperti nyeri dan kaku sendi. [image by
Eisfelder at de.wikipedia [GFDL (http://www.gnu.org/copyleft/fdl.html) or CC-BY-SA-3.0 (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0/)%5D, from Wikimedia Commons]
Seperti Alopecia areata, Psoriasis sering
dihubungkan dengan stress selain daripada faktor pemicu lainnya.
Hubungan antara Psoriasis dan stress lebih banyak penelitiannya meskipun
belum jelas bagaimana/seperti apa hubungannya sehingga penderitanya
sering disarankan untuk manajemen stress. Penanganan untuk Psoriasis
adalah umumnya dengan obat penekan sistem imun baik obat luar atau obat
minum/injeksi tergantung dari masing-masing kasus. Lapisan atas plak-nya
sensitif maka perlu diperhatikan untuk berhati-hati dalam melepaskan
sisiknya, yaitu bisa dengan menggunakan pelembab atau bath oils supaya tidak membuat luka pada plak-nya. Ada juga penggunaan phototherapy pada
beberapa kasus, yaitu dengan menggunakan sinar ultraviolet. Sinar
matahari alami secukupnya baik untuk penderita psoriasis namun harus
dijaga jangan sampai kena sunburn. Yang perlu juga menjadi
perhatian penderita adalah kadar kolesterol darah karena kadar yang
tinggi sering dikaitkan dengan Psoriasis. Suatu kondisi yang perlu
menjadi perhatian meskipun sangat jarang adalah Generalized Pustular
Psoriasis (GPP) yang merupakan kegawatdaruratan medis dimana pada
seluruh tubuhnya berupa kulit melepuh dan plak dalam. Penderita perlu
segera dibawa ke unit intensif luka bakar untuk segera di tangani karena
dapat kehilangan banyak cairan sehingga menjadi dehidrasi berat.
Serangan akut ini diduga dipicu oleh beberapa jenis obat, infeksi serta
kehamilan. Umumnya Psoriasis tidak membahayakan nyawa namun dapat
memberikan beban psikologis yang besar pada penderitanya dikarenakan
malu dengan penampilannya.
C. Grave’s Disease
Ini adalah penyakit autoimun yang
menyerang kelenjar tiroid (gondok) yaitu kelenjar di leher yang
menghasilkan hormon tiroid. Pada umumnya hormon berfungsi sebagai
regulator homeostasis (keseimbangan) untuk metabolisme, mood, atau
lainnya. Grave’s disease menyebabkan kelenjar tiroid menjadi terlampau
aktif (hipertiroid) sehingga menghasilkan hormon tiroid lebih dari yang
dibutuhkan. Gejala yang ditimbulkan diantaranya adalah jantung
berdebar-debar (palpitasi), penurunan berat badan meskipun nafsu makan
tetap atau bahkan meningkat, keringat berlebih, hiperaktif, mata
menonjol (proptosis), tangan gemetar (tremor), sulit tidur (insomnia),
intoleransi terhadap panas, mudah emosi, gangguan emosional, dan
kegelisahan. Karena peningkatan keaktifan kelenjar ini, maka ukurannya
pun membesar sehingga dapat terlihat atau diraba sebagai benjolan di
leher.
Penanganan
penyakit ini adalah dengan menekan keaktifan kelenjar tiroid untuk
mengurangi produksi hormon tiroid. Hal ini dapat dilakukan dengan
pengobatan antitiroid, radioiodine atau pengangkatan sebagian atau
seluruh kelenjar tiroid (tiroidektomi). Mata sebaiknya mendapatkan
perhatian khusus oleh penderita Grave’s disease karena dampak
penyakitnya kepada mata dapat besar. Kondisi yang meski jarang tapi
perlu diketahui dan disadari dapat terjadi pada hipertiroid yang tidak
dikontrol dengan baik adalah Thyrotoxic crisis (Thyroid storm), yaitu
suatu kegawatdaruratan yang terjadi akibat peningkatan hormon tiroid
secara mendadak dan drastis. Serangan ini dapat ditandai dengan
penurunan kesadaran, demam, irama jantung tidak teratur, tekanan darah
sangat rendah, dapat hingga koma. Maka adalah penting sekali untuk
mengontrol kadar hormon tiroidnya. [image by Jonathan Trobe, M.D. –
University of Michigan Kellogg Eye Center (The Eyes Have It) [CC-BY-3.0 (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0)%5D, via Wikimedia Commons]
Pada pria Asia dengan Grave’s disease
perlu diperhatikan terdapat suatu serangan yang dinamakan Thyrotoxic
Periodic-Paralysis (TPP). Terjadi kekurangan elektrolit kalium di darah
berhubungan dengan kelebihan hormon tiroid sehingga menyebabkan
kelemahan otot hingga lumpuh. Jika tidak ditangani segera dengan baik
dapat membahayakan nyawa karena dapat menyebabkan kelumpuhan otot
pernafasan. Kelemahan otot biasa mulai dari kedua kaki naik ke sisa
bagian tubuh lainnya. Serangan ini perlu dibedakan dengan Guillain Barre
Syndrome (GBS) yang menunjukkan manifestasi yang serupa namun merupakan
suatu kondisi akut lain akibat autoimun. TPP ini lebih umum terjadi
pada pria Asia daripada wanita. Serangan ini biasanya dipicu oleh
istirahat setelah olahraga/aktivitas yang berat, minuman beralkohol dan
konsumsi tinggi garam dan karbohidrat. Pada individu yang pernah kena
serangan ini maka perlu sangat diperhatikan untuk mengendalikan kadar
hormon tiroidnya selain daripada mengindari pemicunya selama masih dalam
keadaan hipertiroid.
D. Hashimoto’s Disease
Sebaliknya
dengan Grave’s disease, Hashimoto’s disease umumnya menyebabkan
kelenjar tiroid kurang aktif (hipotiroid) sehingga tidak menghasilkan
cukup hormon tiroid. Gejala yang ditimbulkannya diantaranya peningkatan
berat badan, gangguan emosional, kelelahan tanpa sebab yang jelas,
kelemahan tungkai terutama tungkai bawah, sulit mengingat serta
mengantuk. Dapat juga terlihat/teraba benjolan di leher dikarenakan
kelenjar membesar akibat infiltrasi sel-sel imun ke kelenjar tersebut.
Umumnya kadar kolesterol di dalam darah diatas normal sehingga perlu
menjadi salah satu perhatian. Jika sudah membutuhkan penanganan maka
akan diberikan terapi hormon tiroid untuk mengganti hormon tiroid yang
kurang. Dalam penanganan penyakitnya perlu sangat di monitor kadar
hormon tiroidnya karena jangan sampai menjadi berlebih.
E. Celiac Disease
Celiac
disease adalah penyakit autoimun yang menyerang jaringan usus halus
sebagai respon dari intoleransi terhadap produk gluten yaitu sebuah
substansi yang terkandung dalam gandum. Semakin lama, kerusakan jaringan
yang ditimbulkan dapat menyebabkan gangguan absorpsi (malabsorpsi)
sehingga penderitanya menjadi tidak mendapatkan gizi yang cukup. Hal ini
bisa berdampak kepada organ-organ tubuh lainnya karena tidak cukup
mendapat gizi yang dibutuhkan untuk berfungsi dengan baik. Pada
anak-anak, hal ini bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Gejala yang ditimbulkan diantaranya penurunan berat badan,
nyeri perut, kembung, diare, pusing atau sakit kepala dan fatigue, baal
atau kesemutan, serta tenggorokan rasa terbakar. Anemia sering terjadi
pada penyakit ini karena kekurangan zat besi.
Penanganan penyakit ini adalah dengan
menghindari substansi yang menyebabkan intoleransinya. Penderita perlu
mempelajari bahan makanan mana yang mengandung gluten serta
menghindarinya. Tidak jarang seseorang dengan Celiac disease juga
intoleransi terhadap laktosa, maka ada yang menyarankan juga untuk
menghindari produk susu. Selain itu, suplemen multivitamin dapat
bermanfaat untuk penderita. Suatu kondisi yang lebih berat dinamakan
Refractory celiac disease, yaitu suatu kondisi ganas dari Celiac disease
dimana dikatakan merupakan sebuah kanker. Pada kondisi ini, meskipun
telah dilakukan diet ketat tanpa gluten tetap saja gejalanya tidak
membaik sehingga penanganannya adalah dengan pemberian obat-obatan
penekan sistem imun serta memastikan nutrisi tercukupi. Pada kasus yang
lebih berat, pemberian nutrisi harus diberikan melalui infus.
F. Addison’s Disease
Seperti
halnya Grave’s disease dan Hashimoto’s disease yang merupakan penyakit
autoimun yang menyebabkan gangguan hormon dan diberi nama atas ahli yang
pertama kali mendeskripsikan penyakitnya, Addison’s disease juga
begitu. Akan tetapi, pada Addison’s disease yang diserang oleh sistem
imun adalah kelenjar adrenal yang letaknya diatas ginjal yang
menghasilkan hormon steroid berupa mineralokortikoid, glukokortikoid
serta gonadokortikoid. Pada penyakit ini, terjadi insufisiensi adrenal
sehingga produksi hormon steroidnya kurang. Penyakit ini termasuk
jarang, progresifitasnya lambat dan biasanya gejala belum terlalu
spesifik seperti nyeri perut, pusing/’keleyengan’ (kepala terasa ringan)
atau kelemahan hingga terjadi kerusakan jaringan yang luas. Gejala yang
lebih jelas diantaranya badan kurang energi/lemas (fatigue) dan lemah,
penurunan berat badan dan nafsu makan, hiperpigmentasi terutama di
daerah yang kena matahari tapi juga bisa di daerah yang tidak terkena
matahari seperti garis-garis telapak tangan atau gusi, keleyengan atau
pusing hingga hampir pingsan atau pingsan karena tekanan darah rendah
yang lebih terasa ketika berdiri atau duduk, mual muntah, gangguan
emosional, hipoglikemi (gula darah kurang) serta ngidam makanan yang
asin.
Yang perlu menjadi perhatian karena dapat
membahayakan nyawa adalah Addisonian crisis, yaitu kegawatdaruratan
yang terjadi ketika kadar hormon steroid di dalam tubuh menjadi sangat
kurang padahal sedang dibutuhkan untuk menghadapi suatu stress seperti
infeksi atau operasi. Serangan ini menyebabkan nyeri menjalar mendadak
di perut, kaki atau punggung bagian bawah, muntah dan diare yang diikuti
dengan dehidrasi, hilang kesadaran hingga koma, tekanan darah rendah
atau syok. Tidak jarang penderita baru mengetahui mengidap penyakit ini
setelah terkena serangan krisis ini. Selain serangan ini, gula darah
juga perlu dipantau jika sering mendapat serangan hipoglikemi karena
serangan hipoglikemi yang berat adalah kegawatdaruratan karena dapat
membahayakan nyawa. Serangan hipoglikemi ditandai dengan rasa lemas,
pusing, lapar dan gemetar, jika sudah berat bisa kehilangan kesadaran.
Pola diet perlu sangat diperhatikan dan diatur pada penderita tersebut
untuk mencegah serangan hipoglikeminya. Addisonian adalah istilah yang
digunakan untuk merujuk pada penderita Addison’s disease. Penanganan
untuk penderita Addison’s disease adalah dengan terapi hormon untuk
mengganti hormon steroid yang kurang. Di negara berkembang, penderita
Addison’s disease umumnya membawa sebuah kartu identifikasi Addisonian
yang memberikan instruksi jika terjadi Addisonian crisis sedangkan
pasiennya tidak sadarkan diri agar nyawanya dapat terselamatkan.
G. Antiphospholipid Syndrome (APS)
Ini
adalah kelainan koagulasi darah yaitu kelainan pembekuan/pengentalan
darah. Dari namanya yang menggunakan syndome maka dia merujuk pada
kumpulan gejala daripada penyakit. Pada kelainan ini terjadi
hiperkoagulabilitas akibat sistem imun yang menyerang beberapa protein
normal di dalam darah. Protein-protein tersebut mempengaruhi proses
pembekuan darah. Kekurangan protein-protein tersebut menyebabkan
kecenderungan terjadi bekuan-bekuan darah sehingga dapat menyumbat
pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah di organ seperti otak dapat
menyebabkan stroke atau serangan jantung di organ jantung. Penyumbatan
pembuluh darah balik (vena) di kaki dapat menyebabkan kaki bengkak atau
nyeri yang dikenal sebagai Deep Vein Thrombosis (DVT). Hal ini bisa
berbahaya jika bekuan darah terlepas dan terbawa ke organ vital seperti
otak dan jantung dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah pada organ
tersebut.
Tidak jarang penderita terdeteksi
mengidap kelainan ini karena mengalami komplikasi kehamilan yaitu
keguguran berulang, melahirkan prematur atau preeklampsia (kondisi
ketika hamil dengan tekanan darah tinggi). Kelainan ini dapat memberikan
gejala diantaranya migrain (sakit kepala sebelah), pusing, gangguan
mengingat dan konsentrasi, serta perdarahan spontan karena kekurangan
trombosit. Kelainan ini sering dikaitkan dengan Lupus dimana beberapa
kali ditemukan APS yang berkembang menjadi Lupus. Penanganan APS adalah
dengan pemberian pengencer darah serta dalam beberapa kasus juga dengan
penekan sistem imun. Terdapat suatu kondisi kegawatdaruratan yang jarang
namun perlu di waspadai karena membahayakan nyawa yaitu Catastrophic
Antiphospholipid Syndrome (CAPS) atau Ashershon’s syndrome, suatu bentuk
ekstrim dari APS dimana terjadi penyumbatan di pembuluh darah di
beberapa organ sekaligus.
H. Scleroderma
Seperti Psoriasis, Scleroderma adalah
juga penyakit autoimun yang menyerang kulit. Namun, Scleroderma tidak
sama dengan Psoriasis dalam menyerang kulitnya. Pada Scleroderma sebagai
respon dari proses autoimun beberapa sel-sel memproduksi kolagen dengan
tujuan untuk reparasi jaringan jika ada yang rusak, namun produksinya
tersebut berlebih. Kolagen adalah protein utama untuk struktur jaringan
ikat. Hal ini menyebabkan terjadi pengerasan kulit. Jaringan ikat tidak
hanya terdapat di kulit namun di bagian tubuh lain juga seperti pembuluh
darah, sendi-sendi dan organ-organ sehingga bisa menyebabkan pengerasan
bukan hanya di kulit makanya dapat dikatakan sistemik. Terdapat dua
gejala awal yang umum didapatkan pada penderita Scleroderma yaitu
ujung-ujung jari tangan berubah warna karena pengaruh dingin atau stress
emosional yang dikenal dengan Raynaud’s phenomenon sehingga terasa baal
atau nyeri serta jari-jari tangan menjadi kaku dan gembung. Gejala yang
pertama terjadi karena penumpukan kolagen di pembuluh darah sehingga
lumen pembuluh darah menyempit dan ketika kena pengaruh dingin atau
stress emosional reaksinya berlebih sehingga membuat lumennya semakin
menyempit.
Kulit
yang terserang pada penderita Scleroderma akan terlihat berupa
pengerasan berbentuk oval atau memanjang. Karena pengerasan ini, dapat
terjadi restriksi pergerakan pada daerah yang terkena. Terdapat dua tipe
Scleroderma yaitu Scleroderma terbatas (limited) atau dikenal dengan
CREST syndrome serta Scleroderma tersebar (diffuse). Pada Scleroderma
terbatas, daerah kulit yang mengeras terbatas dan mencakup CREST yang
merupakan singkatan dari Calsinosis (deposit kalsium dibawah kulit dan
di jaringan), Raynaud’s phenomenon, Esophageal dysmotility karena
pengerasan usus sehingga pergerakan usus tidak baik menyebabkan rasa
terbakar di tenggorokan dan gangguan absorpsi zat gizi, Sclerodactyly
yaitu penebalan kulit jari-jari tangan, dan Telangiectasis yaitu
pelebaran pembuluh darah kecil yang terlihat sebagai bintik-bintik merah
di bawah kulit. Tipe ini tidak banyak melibatkan organ-organ. Di lain
pihak, lebih banyak daerah kulit yang mengeras pada Scleroderma
tersebar. Terkadang didapatkan radang pada sendi dan otot serta
keterlibatan organ-organ dapat hingga fatal. [image by Leith C Jones at
en.wikipedia [CC-BY-3.0 (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0)%5D, via Wikimedia Commons]
Penanganan untuk Scleroderma meliputi
pemberian obat penekan imun serta obat-obatan untuk menangani masalah
pembuluh darah pada penderita. Penelitian masih dilakukan untuk
mendapatkan obat yang dapat efektif menurunkan produksi kolagen.
Beberapa obat telah tersedia namun masih diperdebatkan efektifitasnya.
Yang perlu diperhatikan oleh penderita Scleroderma adalah Scleroderma
renal crisis yaitu suatu kegawatdaruratan medis yang menyebabkan tekanan
darah mendadak sangat tinggi sehingga terjadi gagal ginjal akut.
Serangan akut ini lebih umum terjadi pada penderita Scleroderma tersebar
dan umumnya dikaitkan dengan penggunaan obat penekan imun/anti-radang
golongan kortikosteroid. Oleh karenanya dokter biasanya akan
berhati-hati dalam pemberian kortikosteroid pada penderita scleroderma
dan perlu di monitor dengan baik.
I. Myasthenia Gravis
Dari namanya dalam bahasa yunani dan
latin Myasthenia gravis diartikan sebagai kelemahan otot dan serius. Dan
memang itulah Myasthenia gravis yaitu suatu penyakit autoimun yang
karateristiknya adalah kelemahan otot yang perlu dianggap serius. Agar
otot dapat digerakkan, otot butuh stimulasi dari saraf. Komunikasi
antara saraf dan otot untuk stimulasi tersebut melalui molekul yang
dilepaskan ujung-ujung saraf motorik (neurotransmitter) dan ditangkap
oleh otot. Pada otot terdapat yang dinamakan reseptor yang akan
menangkap neurotransmitter tersebut sehingga stimulasi berjalan.
Neurotransmitternya adalah acetylcholine (ACh) dan receptornya adalah
nicotinic acetylcholine receptor (nAChR). Yang terjadi pada Myasthenia
gravis adalah sistem imun yang menyerang nAChR sehingga stimulasi
kurang. Kelemahan otot yang terjadi bersifat fluktuatif yaitu bahwa
setelah beraktifitas otot akan semakin lemah namun kelemahan tersebut
akan berkurang setelah istirahat, makanya akan terasa lebih kuat di pagi
hari dan lemah di malam hari. Karena hanya menyerang stimulasi untuk
gerak maka kelemahan ototnya tidak disertai gejala nyeri otot.
Myasthenia
gravis bisa mempengaruhi otot manapun yang dapat penderita gerakkan
secara sukarela. Penyakit ini bisa ringan hingga fatal. Biasanya yang
mulanya terkena adalah otot mata dan kelopak mata, sehingga memberikan
gejala penglihatan ganda (diplopia) dan kelopak mata jatuh seperti orang
ngantuk (ptosis). Sebagian kecil penderita hanya sebatas di mata saja
yang dinamakan Ocular myasthenia, namun sisanya kemudian berkembang
lebih umum dan menyerang otot-otot lainnya. Jika ini terjadi gejalanya
bervariasi tergantung otot mana saja yang terkena. Bisa kena otot
menelan sehingga sulit menelan, atau otot kaki sehingga sulit berjalan
hingga otot pernafasan hingga sulit bernafas. Kondisi fatal adalah jika
terjadi Myasthenic crisis dimana penderita jadi sangat sulit bernafas
dan/atau menelan. Terapi yang diberikan umumnya adalah selain obat
penekan imun juga obat acetylcholinerase inhibitor untuk mencegah
penghancuran ACh sehingga menumpuk untuk menempel pada nAChR. Tumor pada
thymus atau dikenal dengan Thymoma sering dihubungkan dengan Myasthenia
gravis. Thymus adalah organ yang merupakan bagian dari sistem imun.
Beberapa penderita yang mempunyai Thymoma dikatakan dapat bermanfaat
dengan dilakukan pengangkatan thymus-nya (thymectomy) bagi Myasthenia
gravis-nya. Dokter penderita yang akan bisa mempertimbangkan hal ini.
[image by Andrewya (Own work) [Public domain], via Wikimedia Commons]
J. Sjögren’s Syndrome
Sjögren’s
syndrome adalah penyakit autoimun sistemik yang menyerang jaringan
kelenjar eksokrin yang menghasilkan cairan pelumas/pelembab seperti air
mata, air liur dan keringat. Berbeda dengan kelenjar endokrin yang
menghasilkan hormon dan langsung dikeluarkan ke pembuluh darah, kelenjar
eksokrin memiliki saluran khusus untuk mengeluarkan produk esensialnya.
Sebagai akibat dari diserangnya kelenjar eksokrin tersebut, produksi
cairan pelumas/pelembab tersebut menjadi kurang sehingga menimbulkan
gejala mata kering, mulut kering yang bisa berdampak bibir kering dan
pecah-pecah dan kulit kering. Kekeringan ini bisa berakibat infeksi atau
iritasi sehingga perlu untuk diatasi. Namun, penyakit ini tidak hanya
sebatas masalah kekeringan. Penyakit ini bisa menyerang organ-organ
serta sendi-sendi juga selain daripada kelenjar eksokrin. Sehingga
terdapat gejala-gejala lain yang dapat dirasakan penderita seperti
gejala-gejala radang sendi, kesemutan dan/atau baal, fatigue, Raynaud’s
phenomenon dan lainnya. Gejala-gejala lain ini mirip dengan gejala
penyakit autoimun sistemik lainnya. Dikarenakan adanya gejala-gejala
lain yang menyertai selain gejala spesifiknya menyebabkan penderita
biasanya telat atau salah di diagnosis. Gejala-gejala spesifik utamanya
yaitu mata dan mulut kering biasanya tidak terlalu diindahkan oleh orang
pada umumnya sehingga biasanya bukan menjadi keluhan utama penderita
berobat.
Penyakit ini memang juga bisa muncul
akibat penyakit autoimun lain seperti contohnya Lupus atau Rheumatoid
arthritis yang dinamakan Secondary sjögren’s syndrome. Namun,
penyakitnya juga bisa berdiri sendiri dan bukan akibat dari penyakit
autoimun lain yang dinamakan Primary Sjögren’s Syndrome (pSS). Hal ini
perlu diperhatikan karena dengan perjalanan penyakit dan pemicu yang
berbeda bisa memberikan dampak yang berbeda serta penanganannya juga
dapat berbeda. Penanganan untuk penyakit ini umumnya adalah untuk
menekan sistem imun serta mengatasi kekeringan yang terjadi. Untuk mata
biasa digunakan tetes mata air mata buatan (artificial tears), untuk
mulut bisa dengan banyak minum serta lip balm untuk bibir yang
pecah-pecah, untuk kulit kering bisa menggunakan pelembab. Tidak ada
kegawatdaruratan akut yang spesifik untuk penyakit ini, namun pada kasus
berat bisa menyebabkan kegagalan organ yang membahayakan nyawa. Pada
sebagian kecil penderita dengan Sjögren’s syndrome muncul limfoma, yaitu
kanker kelenjar getah bening. Menurut penelitian para ahli, munculnya
limfoma tidak berhubungan dengan keparahan penyakit namun sepertinya ada
pengaruh kerentanan genetik.
K. Rheumatoid Arthritis (RA)
Seperti
juga Sjögren’s syndrome, Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun
sistemik namun karakteristik utamanya adalah menyerang jaringan
sendi-sendi bukan kelenjar eksokrin. Meskipun penyakit autoimun lain
juga bisa menyerang sendi dan menyebabkan radang sendi namun berbeda
dengan RA yang dapat berdampak kerusakan berupa erosi yang menyebabkan
deformitas hingga sudah tidak lagi dapat berfungsi dengan baik. Pada
sendi terdapat kapsul yang melindungi sendi. Sel-sel pada bagian dalam
kapsul inilah yang diserang oleh sistem imun pada RA. Kerusakan kapsul
tersebut akhirnya bisa menyebabkan dikeluarkannya protein-protein yang
akan merusak tulang dan tulang rawannya. Tipikal dari RA adalah beberapa
sendi yang terkena dan sendi yang terkena simetris yang artinya sendi
pada kedua sisi tubuh terkena sebagai contoh kedua lutut terkena, atau
kedua siku terkena meskipun terkadang tidak bersamaan dan derajat
keparahannya tidak sama. Biasanya ini yang membedakannya dengan
Osteoarthritis yaitu radang sendi lain yang bukan penyakit autoimun.
Sendi yang umum terkena adalah sendi-sendi jari, pergelangan tangan,
pergelangan kaki, serta lutut. Gejala-gejala radang sendi yang muncul
diantaranya sendi terasa kaku dan nyeri, terlihat bengkak dan merah
serta terasa hangat. Deformitas yang umum terjadi adalah pada jari-jari
tangan yang dinamakan ‘ulnar deviation’, yaitu jari-jari reposisi miring
ke arah jari kelingking. Deformitas yang telah terjadi bersifat
permanen berarti tidak dapat diperbaiki kembali. Begitu juga
seperti Sjögren’s syndrome yang adalah penyakit autoimun sistemik, RA
tidak sebatas radang sendi saja namun juga menyerang organ-organ tubuh
sehingga memberikan gejala-gejala yang mirip dengan penyakit autoimun
sistemik lainnya. [image by James Heilman, MD (Own work) [CC-BY-SA-3.0 (http://creativecommons.org/licenses/by-sa/3.0) or GFDL (http://www.gnu.org/copyleft/fdl.html)%5D, via Wikimedia Commons]
Salah satu karakteristik utama dari
penyakit ini adalah gejala ‘morning stiffness’ yaitu kekakuan
sendi-sendi di pagi hari yang berlangsung 30 menit hingga 1 jam, namun
biasanya untuk diagnosa RA kriterianya adalah minimal 1 jam. Meskipun
dengan karakteristik tersebut, tidak jarang di tahap awal penyakit
penderita telat atau salah di diagnosis karena gejalanya yang dapat
mirip dengan penyakit autoimun lainnya dan radang sendi yang cukup umum
pada penyakit lain termasuk selain penyakit autoimun. Selain itu, gejala
juga pada tahap awal bisa belum spesifik seperti morning stiffness yang
hanya berlangsung hingga 30 menit atau gejala radang sendi namun tidak
ada tanda-tanda erosi serta hasil-hasil pemeriksaan untuk RA yang
‘masih’ dalam batas normal. Yang lebih sulit lagi adalah tidak semua
penderita RA menunjukkan hasil pemeriksaan yang ‘positif’, terdapat juga
pada beberapa penderita yang sudah timbul erosi atau deformitas
meskipun hasil pemeriksaannya tidak pernah ‘positif’ yang dikenal dengan
Seronegative RA. Salah satu karakteristik lain dari RA adalah
‘rheumatoid nodule’ yaitu nodul yang umumnya keras dan ukurannya
bervariasi dari seukuran kacang polong hingga buah jeruk. Nodul ini
umumnya muncul di bawah permukaan kulit di atas tulang di tangan atau
siku, namun bisa juga muncul di paru-paru atau organ lainnya. Nodul ini
bisa muncul seiring dengan perjalanan penyakit.
Tidak seperti anggapan umum bahwa RA
hanya terjadi pada orang tua, RA juga dapat terjadi pada orang muda
terutama mereka yang berada di usia produktif. RA pada orang tua mungkin
lebih ‘terlihat’ dengan adanya deformitas yang sudah berat dikarenakan
baru terdeteksi pada usia tua padahal mungkin sudah muncul sejak usia
lebih muda. Pada anak kecil juga dapat terjadi RA yang dinamakan
Juvenile Rheumatoid Arthritis (JRA) yang muncul pada anak dibawah usia
15 tahun. Penanganan untuk RA tujuannya selain untuk menekan sistem imun
adalah untuk mencegah terjadinya deformitas sehingga penanganannya
sering lebih agresif daripada Sjögren’s syndrome. Pada RA juga tidak ada
kegawatdaruratan akut spesifik yang membahayakan nyawa selain daripada
jika terjadi kegagalan organ atau penyumbatan pembuluh darah yang dapat
berujung pada serangan jantung atau stroke. Menurut penelitian terbaru,
penderita RA memiliki risiko lebih tinggi daripada orang normal untuk
kena stroke atau serangan jantung. Sebuah teori menjelaskan bahwa
peradangan yang terjadi pada RA menghasilkan kristal-kristal di pembuluh
darah yang bisa menyumbat pembuluh darah. Penemuan ini membuat beberapa
ahli mempertimbangkan menyertakan terapi pencegahan stroke dan serangan
jantung dalam manajemen RA.
L. Multiple Sclerosis (MS)
Pada
Multiple sclerosis, sistem imun penderita menyerang pembungkus
pelindung saraf (mielin) otak atau tulang belakang (medulla spinalis)
sehingga mengganggu fungsi saraf untuk berkomunikasi dengan saraf lain
di otak, tulang belakang atau bagian lain tubuh. Selain menyerang
mielin, sistem imun yang datang juga menyerang jaringan sekitar saraf.
Kedua hal ini menyebabkan dapat timbulnya berbagai macam gejala-gejala
gangguan saraf tergantung dari saraf di bagian mana yang terkena.
Beberapa diantaranya adalah kesemutan, baal, sulit mengingat, sulit
berkonsentrasi, kelemahan tungkai, penglihatan ganda atau kabur, kejang
otot, bicara terganggu/tidak jelas, pusing hingga pusing berputar
(vertigo), fatigue, gangguan keseimbangan dan koordinasi, serta
gemetaran. Suatu karakteristik MS yang terjadi pada mata adalah radang
pada saraf optik yang menyebabkan kehilangan penglihatan parsial atau
hingga buta dan nyeri ketika menggerakkan mata (optic neuritis). Umumnya
penderita MS intoleransi terhadap panas yang bisa memicu serangan MS.
Kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan kemerosotan kinerja saraf yang
tidak reversibel. Jika ini terjadi maka gejala gangguan saraf yang
ditimbulkannya akan permanen.
Multiple sclerosis dibagi menjadi 4 tipe
yaitu Relapsing-Remitting Multiple Sclerosis (RRMS),
Secondary-Progressive Multiple Sclerosis (SPMS), Primary-Progressive
Multiple Sclerosis (PPMS) dan Progressive-Relapsing Multiple Sclerosis
(PRMS). Tipe yang paling umum adalah tipe yang pertama RRMS yang umumnya
dialami penderita di awal perjalanan penyakit. Pada tipe ini, penyakit
bersifat serangan kambuhan (relapse) dengan periode remisi (pemulihan).
Periode serangannya serta pemulihannya bervariasi tiap penderita.
Serangannya dapat langsung berat namun kemudian dapat pulih dan normal
kembali. Ini membuat diagnosis menjadi sulit jika dalam periode remisi.
Tipe yang kedua dapat lanjutan dari RRMS dimana penderita tetap
mengalami periode serangan dan remisi namun ketika remisi penyakitnya
tidak pulih betul, sudah ada gangguan permanen yang semakin progresif
dari satu periode ke periode berikutnya hingga akhirnya tidak ada lagi
serangan dan remisi hanya penyakitnya yang terus progresif. Tipe yang
ketiga bersifat progresif dari awal tanpa periode serangan dan remisi,
dimulai dengan gejala ringan hingga gangguan yang berat. Tipe yang
terakhir adalah yang paling jarang dimana bersifat progresif dari awal
namun disertai dengan periode serangan dan remisi dalam
perjalanannya. Penanganan MS bertujuan untuk menekan sistem imun untuk
mengontrol penyakit agar mencegah terjadinya serangan serta mencegah
perkembangan RRMS menjadi SPMS selain untuk mengontrol gejala dan
rehabilitatif untuk meningkatkan atau menjaga fungsi otak. Sayangnya
hingga saat ini belum ada penanganan khusus untuk PPMS karena belum
ditemukan obat yang dapat menekan progresifitas PPMS. Namun begitu,
terapi untuk mengontrol gejala dan rehabilitatif dapat membantu.
M. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Lupus
atau yang bernama lengkap Systemic lupus erythematosus adalah penyakit
autoimun yang paling populer meskipun tidak banyak yang mengetahui bahwa
penyakit ini adalah penyakit autoimun. Sama seperti Sjögren’s syndrome
dan Rheumatoid arthritis dan sesuai dengan namanya. penyakit autoimun
ini adalah sistemik. Namun, berbeda dengan Sjögren’s syndrome dan RA,
jaringan spesifik yang diserang oleh sistem imun pada SLE lebih dari
satu meskipun Sjögren’s syndrome dan RA dapat juga menyerang jaringan
lain pada tubuh. Pada Sjögren’s syndrome yang diserang utamanya adalah
jaringan kelenjar eksokrin, pada RA adalah jaringan sendi, sedangkan
pada SLE yang diserang utamanya adalah jaringan kulit, mukosa mulut,
persendian, ginjal, otak, jantung/paru-paru/saluran pencernaan serta
sel-sel darah. Tidak ada yang sangat spesifik namun SLE merupakan
penyakit autoimun yang pasti melibatkan lebih dari satu jaringan/organ
yang disebutkan sebelumnya. Dengan begitu, dapat dimengerti bahwa
gejala-gejala SLE bervariasi namun yang paling umum adalah
‘malar/butterfly rash’ yaitu ruam di wajah melibatkan hidung dan kedua
pipi terlihat seperti kupu-kupu yang lebih jelas ketika dibawah sinar
matahari atau demam, fatigue, rambut rontok, sariawan berulang yang
umumnya tidak nyeri, nyeri atau kaku sendi, serta sensitif terhadap
sinar matahari yang ditandai dengan berkembangnya gejala atau ruam-ruam
pada kulit.
Dampak penyakit ini pada penderitanya
dapat sangat bervariasi tergantung dari perkembangan penyakitnya,
jaringan/organ yang terkena, respon terapi dan lainnya. Namun, penyakit
ini karena kodratnya sebagai penyakit yang melibatkan lebih dari satu
jaringan/organ berpotensi memberikan dampak yang besar bagi
penderitanya. Manajemen terapi yang baik umumnya memberikan hasil yang
positif bagi penderita sehingga tidak sering mengalami kondisi berat
yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Penanganan SLE perlu
komprehensif karena melibatkan lebih dari satu jaringan/organ. Penderita
perlu di monitor dengan baik untuk menjaga fungsi organ atau jaringan
yang masih baik. Tujuan dari penanganannya adalah selain untuk menekan
sistem imun juga agar dapat mencegah kerusakan lebih lanjut dan mencegah
terjadinya kerusakan organ-organ lain yang masih baik juga untuk
mengatasi gejala dan meningkatkan atau mempertahankan fungsi
jaringan/organ yang sudah kena.
N. Goodpasture’s Syndrome
Penyakit
autoimun ini jarang terjadi namun saya bahas disini karena adalah
penyakit autoimun yang sangat dramatis baik dampak maupun
progresifitasnya. Penyakit ini menyerang suatu struktur penyokong dan
filter yang dinamakan membran basalis pada ginjal dan paru-paru yang
penting untuk fungsi filtrasi ginjal dan paru-paru. Ginjal memiliki
fungsi filtrasi untuk mengeluarkan zat-zat buangan sedangkan paru-paru
untuk pertukaran gas oksigen dan karbondioksida. Penyakit ini berkembang
dengan cepat dan gejala awalnya tidak khas sehingga penderita biasanya
baru terdeteksi setelah sudah terjadi kerusakan paru-paru yang luas dan
gagal ginjal. Gejala awal tidak khas yang dialami penderita diantaranya
fatigue, batuk kering, pucat, mual, dan agak sesak nafas. Dalam
perjalanannya penderita dapat batuk darah dan kerusakan paru-paru
berlangsung cepat. Biasanya kerusakan cepat paru-paru ini bersamaan
dengan atau diikuti oleh gagal ginjal tidak lama setelahnya, sehingga
tidak jarang penderita sudah terlambat untuk diselamatkan. Penderita
yang masih dapat diselamatkan umumnya respon baik terhadap obat penekan
imun dan akan di tangani dengan agresif. Penanganan juga berfokus untuk
memperbaiki dan/atau mempertahankan fungsi paru-paru dan ginjal.
— # —
Diatas telah saya jelaskan beberapa
penyakit autoimun namun masih banyak lagi penyakit autoimun lainnya
seperti contohnya Diabetes Mellitus tipe 1, Inflammatory bowel disease,
Ankylosing spondylitis atau Primary billiary cirrhosis. Namun pada
dasarnya semua penyakit autoimun adalah akibat dari sistem imun
penderita yang menyerang penderita sendiri. Hal ini menyebabkan
penderita autoimun umumnya mendapatkan terapi penekan sistem imun yang
bisa menyebabkan penderita lebih mudah terkena infeksi karena lebih
rentan. Maka penting bagi tiap penderita untuk memperhatikan hal ini dan
berusaha menjaga agar tidak sering terkena infeksi seperti dengan
menyiapkan masker jika ke tempat umum atau rajin mencuci tangan setelah
menggunakan fasilitas umum, selain itu memperkuat dari dalam dengan
asupan vitamin dari buah-buahan segar.
Persamaan lain semua penyakit autoimun
adalah bahwa sistem imunnya ‘error’ yang meskipun sebabnya belum
diketahui diperkirakan dapat dipicu oleh berbagai faktor yang umumnya
faktor-faktornya serupa seperti virus, stress fisik maupun emosional
atau faktor lingkungan lainnya. Memang antar tiap penderita dapat
berbeda faktor-faktornya dan belum dapat diketahui bagaimana mengetahui
secara pasti pemicu masing-masing penderita, namun hal ini dapat lebih
mengarahkan untuk menyokong penanganan dengan mencoba mengontrol
faktor-faktor tersebut yang bisa di kontrol. Penderita perlu mengenali
penyakitnya masing-masing karena meskipun judul penyakitnya sama namun
perjalanan penyakitnya berbeda-beda serta faktor-faktor yang
mempengaruhi dan memberi dampak pada tiap penderita juga berbeda
sehingga penanganannya pun akan berbeda. Saya menganggap penyakit saya
sebagai anak bingung yang baru lahir dan terperangkap dalam badan saya.
Oleh karenanya saya yang lebih dewasa perlu berusaha mengenalnya agar
penyakitnya juga kenal dengan saya dan dapat diajak toleransi dan
berdamai dengan saya. Memang karena saya yang lebih dewasa maka lebih
banyak saya yang mengalah hingga akhirnya diharapkan si anak bingung itu
sudah tidak bingung lagi karena sudah tumbuh dewasa atau tidak lagi
terperangkap dalam badan saya.
Khusus untuk penyakit autoimun yang
sistemik, memang umumnya tidak ada kegawatdaruratan akut spesifik
kecuali jika terjadi kegagalan organ atau penyumbatan pembuluh darah
yang berakibat stroke atau serangan jantung, namun umumnya dampak
gejalanya lebih besar dan sulit di kontrol sehingga kualitas hidupnya
lebih buruk, maka penting bagi penderita untuk memperjuangkan dirinya
bisa mempertahankan kualitas hidupnya. Penderita perlu proaktif dan
menjadi advokat bagi dirinya. Menjadi sangat penting bagi para penderita
penyakit-penyakit ini untuk banyak mengedukasi dirinya mengenai
penyakitnya dan terus memperbarui pengetahuannya. Ada juga dikenal
istilah Undifferentiated Connective Tissue Disease (UCTD) yaitu
pengolongan penyakit dimana seorang individu menunjukkan tanda dan
gejala penyakit autoimun yang menyerang jaringan ikat seperti SLE, RA
serta Scleroderma namun belum dapat dikategorikan ke salah satu penyakit
autoimun tersebut karena belum ada yang khas. Biasanya diagnosis ini
ditegakkan oleh dokter agar dapat memulai terapi pada seorang penderita
meskipun penyakitnya belum jelas bentuknya. Ada juga Mixed Connective
Tissue Disease (MCTD) dimana terjadi tumpang tindih 3 penyakit autoimun
yang menyerang jaringan ikat yaitu SLE, Scleroderma serta Polymyositis.
Yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa obat-obat yang dikonsumsi
penderita autoimun umumnya mengiritasi lambung (gastritis) sehingga
sebaiknya proteksi lambung perlu menjadi perhatian.
Salam



0 komentar:
Post a Comment